Ensiklopedia ilmu yang menyatukan berbagai disiplin ilmu untuk dunia yang lebih baik.
 

Melihat Model Pendidikan Indonesia di Masa Depan

Indonesia secara umum mengenal dua model sistem pendidikan, pertama model pendidikan nasional dan dua model pendidikan local. Model pendidikan nasional artinya sistem pendidikan yang kurikulum, penilaian, pengawasan dan untuk mengukur taraf pendidikan bangsa dikelola, diawasi oleh Negara. Sedangkan pendidikan local merupakan pendidikan yang dikembangkan oleh individu-individu masyarakat baik kurikulum, sistem penilaian bahkan evaluasinya.

Dalam kaitan berbicara tentang model pendidikan, seorang pelajar bernama Wulan Agustri Ayu dari MTs Progresif Bumi Shalawat ingin membagikan sudut pandangnya tentang gambaran model pendidikan Indonesia di masa depan. Yuk simak selengkapnya.

Gambar Model Pendidikan Indonesia

Revolusi Industri 4.0 bukanlah suatu hal yang baru bagi dunia internasional. Pada tahun 2011 berlokasi di Jerman telah diadakan Hannover fair yang menunjukkan revolusi industri yang pernah dialami oleh manusia sepanjang perkembangannya. Indonesia sendiri telah memulai era 4.0 pada sekitar tahun 2018, saat Presiden Joko Widodo mengeluarkan Making Indonesia 4.0. Isinya adalah road map dan strategi yang akan dijalankan oleh Indonesia dalam menghadapi era digital dunia.

Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan perkembangan teknologi yang meliputi perkembangan Artificial Intelegence (AI), e-commerce, hingga penggunaan robot. Dilansir dari Kominfo.go.id, Indonesia memfokuskan diri dalam menghadapi revolusi industry 4.0 ini dengan berfokus pada 5 teknologi utama, yaitu

  1. Internet of things
  2. Artificial intelligence
  3. Human-machine interface
  4. Teknologi robotik dan sensor
  5. Teknologi 3D printing

Tantangan yang dihadapi oleh revolusi industri 4.0 sangat besar. Perubahan – perubahan dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi masyarakat terjadi sangat cepat. Pergeseran dari tenaga kerja manusia menjadi tenaga kerja mesin atau robot hingga aktivitas sehari–hari berubah dari manual menjadi digital. Perubahan ini menggeser hal–hal lama sekaligus memunculkan hal–hal yang baru.

Potensi ekonomi baru yang muncul dari perubahan ini, seperti ditinggalkannya tukang ojek pangkalan menjadi tukang ojek online, mengharuskan manusia abad 21 harus bisa beradaptasi secara tepat.

Peserta didik sebagai generasi masa depan juga harus menghadapi perubahan sekaligus tantangan dari perubahan dari era revolusi industri 4.0 ini. Tantangan untuk beradaptasi terhadap perubahan artinya peserta didik harus mampu mengikuti perkembangan dunia internasional tetapi di sisi lain harus mampu mempertahankan identitas ke-Indonesia-annya.

Dunia yang dihadapi pada abad ke 21 tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Artificial Intelligence dan Autonomous robotic. Kehadiran kecerdasan buatan dan robot–robot yang mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa perlu panduan manusia akan menjadi hal–hal yang umum dijumpai di masa depan. Sebagai contoh AI yang dijadikan pondasi untuk kewirausahaan digital.

Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan para peserta didik untuk menghadapi era revolusi industri 4.0 ini dengan mencanangkan literasi digital, literasi teknologi, dan literasi manusia. Peserta didik tidak boleh tertinggal atas informasi yang terjadi di dunia internasional.

Literasi digital dalam pengertian adalah pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital, seperti alat telekomunikasi, media internet, dan lainnya.

Literasi digital dan teknologi ini didukung dengan maraknya penggunaan media sosial di kalangan remaja. Informasi mengenai perkembangan dunia teknologi yang terbarukan dapat diikuti secara cepat dan akurat melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Path, Twitter, Telegram, Whatsapp, Youtube dan lain sebagainya.

Perubahan yang terjadi secara cepat ini juga membawa serta segala pengaruh positif dan negatif yang mungkin ditimbulkannya. Dalam dunia pendidikan, kemudahan akses informasi utamanya saat dilaksanakannya literasi teknologi dan literasi digital pada kalangan peserta didik, memperbesar kemungkinan untuk tergerusnya identitas diri pribadi peserta didik sebagai bangsa Indonesia, atau lebih khususnya sebagai masyarakat tradisional yang memiliki nilai – nilai budaya lokal.

Dalam studi poskolonialisme ditemukan bahwa negara– negara yang berasal dari negara dunia ketiga, termasuk di dalamnya adalah Indonesia, memiliki kecenderungan untuk meniru bangsa–bangsa yang dulu menjajahnya. Hal ini memunculkan kecenderungan dalam diri masyarakat Indonesia untuk lebih suka meniru atau berusaha untuk sama dengan bangsa–bangsa dari Eropa. Kebiasaan inilah yang secara tidak langsung banyak menggerus tradisi dan kearifan lokal banyak suku bangsa di Indonesia.

Tantangan yang dihadapi oleh pendidikan Indonesia era 4.0 sangat beragam. Penanaman nilai – nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari peserta didik menjadi hal yang sangat urgent untuk dilakukan.

Perkembangan teknologi yang memudahkan akses informasi tidak berbanding lurus dengan karakter dan moral yang dimiliki penggunanya. Pendidikan seharusnya memperbaiki moral bangsa melalui penanaman nilai. Tetapi yang terjadi adalah pendidikan di era globalisasi menuju revolusi industri 4.0 mengalami ketertinggalan dalam melakukan fungsinya. Degradasi moral justru dialami oleh peserta didik di era 4.0 akibat terlalu cepatnya teknologi berkembang yang mana pendidikan gagal mengikuti kecepatan dari perkembangan ini. Degradasi moral diakibatkan oleh tergerusnya nilai religius, nilai yuridis formal, dan nilai kultural dalam kehidupan sehari-sehari peserta didik. Guru sebagai tenaga pendidik memiliki kewajiban untuk menanamkan nilai–nilai ini dalam pembelajaran di dalam kelas.

Diera 4.0 ini pembelajaran mengalami banyak kegagalan dalam mengintegrasikan nilai–nilai yang
dibutuhkan dengan materi yang disampaikan di dalam kelas. Hal ini terjadi karena kurang adaptif dan inovatifnya tenaga pendidik di Indonesia. Materi yang disampaikan di dalam kelas sering kali tidak sesuai dengan yang dibutuhkan peserta didik dalam menghadapi perubahan jaman. Tenaga pendidik masih terjebak dalam paradigma pendidikan yang lama.

Oleh karena itu, Kemenristek pada tahun 2018 merilis hal–hal yang harus dipersiapkan dalam menghadapi era 4.0. Beberapa diantaranya adalah inovatif, adaptif, dan responsif.

Pendidikan Indonesia harus merespon masalah–masalah seperti tergerusnya nilai–nilai religius, yuridis formal, dan kultural dengan menciptakan pembelajaran yang mampu mengintegrasikan nilai – nilai yang dibutuhkan ke dalam pembelajaran. Khususnya nilai kultural, kecenderungan peserta didik yang lebih mengenal budaya–budaya dari negeri dibandingkan dengan budaya dalam negeri harus menjadi pokok perhatian.

Ketidaktahuan peserta terhadap budaya bangsanya sendiri dapat mengakibatkan hal–hal seperti kehilangan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, atau justru mengalami gegar budaya (cultural shock), dimana mereka mengenal budaya asing dan memasukkan nilai–nilai budaya asing tersebut ke
dalam kehidupan sehari–hari tetapi di tempat yang salah.

Salah satu upaya yang telah dilakukan dalam merespon tergerusnya nilai–nilai karakter dan moral dalam diri generasi muda bangsa Indonesia adalah dengan mengembangkan pembelajaran berbasis kearifan lokal. Kearifan lokal atau local wisdom yang juga sering kali disebut dengan local genius, local knowledge adalah sebuah pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman konkret yang wariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pengetahuan ini bersifat dinamis dan fleksibel, serta dihasilkan melalui proses adaptasi dengan lingkungan sekitar. Kearifan lokal setiap daerah akan berbeda menyesuaikan dengan lingkungan dan kondisi yang ada di setiap daerahnya. Peserta didik juga memiliki karakter yang beraneka ragam.

Di era 4.0, karakter peserta didik bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan masyarakat saja, tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan teknologi. Interaksi antara peserta didik dengan teknologi ini menghasilkan generasi yang berfikiran terbuka karena kemudahan yang didapatkan untuk mengakses informasi dari berbagai belahan dunia.

Dengan karakter yang berbeda–beda inilah sebabnya pendidikan mengintegrasikan nilai–nilai budaya lokal diperlukan. Karena yang dapat mengimbangi perubahan dan perkembangan jaman adalah respon dari masyarakat itu sendiri yang terekam dalam nilai–nilai kearifan lokal dari generasi terdahulu. Pengaplikasiannya disesuaikan dengan kebutuhan pada masa sekarang, karena kearifan lokal bersifat dinamis dan fleksibel. Keberadaan nilai–nilai yang disarikan dari kearifan lokal dalam pembelajaran di era 4.0 ini sangat penting.

Nilai–nilai dari kearifan lokal memiliki peranan penting dalam membangun identitas diri peserta didik sebagai masyarakat di daerah asalnya. Karena melalui kearifan lokal inilah kepribadian suatu masyarakat dilestarikan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya.

Tergerusnya kearifan lokal menjadi indikasi tergerusnya kepribadian masyarakat. Setiap masyarakat tradisional, dalam kasus Indonesia, setiap suku bangsa, mempunyai kekhasannya dalam cara-cara pewarisan nilai-nilai budayanya. Hal inilah yang nantinya perlu diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah.

Kredit:

  • Wulan Agustri Ayu. MTs Progresif Bumi Shalawat. 31 Juli 2022. MELIHAT MODEL PENDIDIKAN INDONESIA DI MASA DEPAN. Disertakan pada Lomba Menulis Kreatif Nasional, AMIKOM 2022.
Bagikan artikel ini